Kotak Bercak Emas.

Sebuah cerpen tentang hal yang berhubungan dengan Opera Don Giovanni.

Ventino
3 min readJan 5, 2023
Killing Commendatore by PhongLinh198 on DeviantArt

Pemuda itu yang menemukannya, di dalam gua gelap di seberang pantai selatan. Awalnya dia memasuki gua itu hanya untuk sebuah konten yang ingin ia taruh di sosial medianya, tapi tak disangka ia malah menemukan sebuah kotak dengan bercak emas di sekitar gembok yang mengunci kotak itu.

Sekarang pemuda itu hendak memberitahukan kepada temannya yang seorang penjaga toko buku di seberang apartemennya. Mengetahui bahwa temannya itu mempunyai keahlian dalam membobol sebuah gembok, maka pilihannya itu seharusnya tepat.

“Membawa ke sini memang bukan pilihan yang salah,” kata temannya itu yang berjenggot tebal.

“Siapa yang bilang salah? Aku hanya berkata bahwa mungkin saja kau akan merenggut semua harta di dalamnya ketika dibuka.”

“Tenang, aku tidak egois, pasti kuberi empat puluh persen padamu,” tuturnya sambil kesusahan membobol gembok yang mengunci kotak itu.

“Seharusnya engkaulah yang empat puluh persen! Malah seharusnya kau tiga puluh persen! Tidak, malah seharusnya kurang dari itu!”

Setelah sang pemuda berkata seperti itu, pria berjenggot itu langsung mengangkat wajahnya, menunjukkan mimik muka yang tak biasa. Selepas itu dia kembali fokus membobol gembok.

Sang pemuda yang merasa dirinya tak dapat berbuat apa-apa memutuskan untuk berputar-putar di sekitar toko buku. Dia melihat-lihat buku-buku yang terpajang sana-sini oleh rak-rak yang tinggi dan berdebu. Sekilas pemuda itu melihat salah sebuah buku yang menarik perhatiannya. Membunuh Commendatore karya Haruki Murakami. Lama ia memandang buku itu, sepemikirannya ia pernah mendengar kata ‘Commendatore’ itu di suatu tempat. Belum sempat mengingat, ia langsung dipanggil oleh pria berjenggot dari arah meja kasir.

Ternyata gembok dan kotaknya sudah dibuka olehnya.

“Hei! Kok kotaknya sudah dibuka?” tanya pemuda itu dengan panik.

Ketika dilihat isi dalamnya, ternyata hanya terdapat sebuah telepon genggam kuno yang telah dikubur debu.

“Kau mengambil semua emasnya, ya?” tanyanya sekali lagi.

“Woi babi, jangan asal menuduh, dong!” teriak pria itu. “Kalau ada emasnya tidak mungkin aku memanggilmu.”

“Oh, jadi kau berniat mencurinya, begitu?”

“Tentu saja, untuk apa aku harus berbagi dengan dirimu. Tapi, lihatlah, isinya hanya ponsel tua yang tak ada gunanya.”

Pemuda itu melihat lagi telepon genggam itu. Dan tak lama, tiba-tiba telepon itu berdering, membunyikan suara statis yang berkedip-kedip. Mereka tahu bahwa ada seseorang yang baru saja menelepon telepon tua itu.

Sang pemuda menatap bergantian pria berjenggot itu, kemudian telepon tua itu, lalu keadaan di luar sana yang telah gelap gulita.

Pukul sebelas malam.

Pria berjenggot menelan ludah, dan dengan memberanikan dirinya, dia mengambil telepon itu dari kotak, mengangkatnya dan berucap dengan pelan, “Halo.”

Tak ada jawaban, itu yang dipikirkan pemuda itu.

“Siapa?” tanya sang pemuda.

Pria berjenggot menatap pemuda itu lalu memberikan teleponnya seolah berkata, “Cek saja sendiri.”

Sang pemuda mengambil telepon tua itu dan sama seperti yang pria berjenggot itu lakukan, ia mengucapkan, “Halo.” Tidak ada jawaban dari seberang sana.

Kini pemuda itu berbalik badan, tangannya bergemetar dan sekali lagi mengucapkan, “Halo.”

“Dia-siap-membunuh-Commendatore….” Ada suara serak yang terdengar.

Ketika itu tanpa sebuah aba-aba, terdengar bunyi benda runcing yang menancap pada benda lunak. Perlahan-lahan pula pandangan sang pemuda remang-remang, dalam detik itu juga ia tersungkur ke lantai, menjatuhkan telepon genggam tua itu. Dia dapat melihat jelas bahwa sebuah pisau tertancap di dadanya.

Pria berjenggot itu melangkah pelan mengambil telepon tua itu kemudian berlari meninggalkan tokonya sendiri, pergi menuju apartemen di seberangnya.

Selepas itu pemuda itu bergumam seorang diri di ambang kematiannya.

“Commendatore, aku lah commendatore itu. Aku lah yang akan memberikan keadilan yang mengerikan pada siapa yang membunuhku. Aku lah yang akan menyeret dia ke dalam neraka yang gelap, yang tak akan pernah ia duga. Oh… commendatore, itulah diriku.

Bekasi, 4 Januari 2023.

--

--

Ventino
Ventino

Written by Ventino

Seorang pelajar yang senang bercerita.

No responses yet